Plato dan Negara Ideal (Esai Lingkaran Kopdar #6)
Oleh : Yanza Ahaddin Fahmi
The ideal country for Plato was not just a dream but Plato tried to create an actual ideal state. In essence for Plato that the origin of the country lies in the desires and needs of humans, it means that the state is formed by and for humans (Rapar, 2002: 58). Thus the task of the state that Plato really wants is basically the state must strive for pleasure, happiness, comfort and welfare of its citizens. Plato said, “Our goal of upholding the state is not an imbalance of certain class happiness, but for happiness for all” (Ebyhara, 2013: 104).
Keywords :Plato, Ideal Country , Human
1. Pendahuluan
Peradaban Yunani kuno merupakan salah satu peradaban tertua di dunia selain Peradaban Cina kuno. Zaman Yunani kuno pada saat itu diklaim sebagai peradaban paling maju dan berpengaruh. Satu hal yang khas dari peradaban ini adalah munculnya para pemikir-pemikir yang biasa disebut filsuf. Produk pemikiran yang dihasilkan oleh para filsuf merupakan sesuatu yang sangat berpengaruh bagi pembangunan peradaban umat manusia hingga saat ini. Salah satu pemikran filsuf yang berpengaruh adalah pemikiran Plato.
Plato berupaya membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan negara. Plato menawarkan konsep pemikiran tentang manusia dan negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk meweujudkan konsep pemikirannya itu. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan yang hakiki, oleh sebab itu apabila manusia baik negara pun baik dan apabila negara baik itu berarti manusia baik, sebaliknya apabila manusia buruk negara pun buruk dan apabila negara buruk itu berarti manusianya buruk. Negara adalah pencerminanan dari manusia yang menjadi warganya (Rapar, 2002 : 3).
Bukan hanya terkenal sebagai seorang filsuf yang agung, Plato juga sebagai seorang satrawan yang mengagumkan. Semua karya tulis Plato yang diwariskannya kepada kita masih cukup lengkap dan dalam kondisi yang baik. Salah satu karya besar Plato adalah “ Republic “ telah menjadi sebuah karya tulisan yang paling agung dan tak pernah dilupakan hingga sekarang.
2. Biografi Plato
Nama Plato sebenarnya adalah Aristokles. Perubahan nama dari Aristokles menjadi Plato bermula dari seorang pelatih senamnya memanggil ia dengan sebutan “Plato”. Plato dalam bahasa Yunani berasal dari kata benda “platos“ yang berarti “kelebarannya” / “lebarnya” yang dibentuk dari kata sifat “ platus “ yang berarti “lebar”. Dengan demikian, nama “Plato” berarti “si Lebar” (Rapar, 2002 : 37).
Tempat dan tahun kelahiran Plato tidak diketahui secara pasti. Namun banyak pendapat mengatakan Plato lahir di Athena atau di pulau Aegina pada tahun 427 SM atau 428 SM. Ayah Plato bernama Ariston seorang bangsawan keturunan raja Kodrus, raja terakhir Athena sedangkan ibunya bernama Periktione keturuna Solon, tokoh legendaris dan negarawan agung Athena yang hidup sekitar seratus tahun lebih awal dari Periktione.
Ketika Plato masih kecil, ayahnya meninggal, Ibunya kemudian menikah kembali dengan paman Plato yang bernama Pyrilampes. Plato dibesarkan Pyrilampes yang merupakan seorang tokoh yang disegani di Athena karena ia adalah seorang politikus yang dekat dengan Pericles, pemimpin dan negarawan besar Athena yang baru saja meninggal (427 SM). Plato kemudian meninggal di Athena pada usia delapan puluh tahun dan selama hidupnya Plato tidak pernah menikah.
3. Pemikiran Poltik Plato
Sebagai seorang filsuf politik pemikiran Plato yang utama adalah tentang negara ideal. Negara ideal menurut Plato adalah negara yang dipimpin oleh seorang filsuf. Plato menyatakan negara ideal harus menganut prinsip mementingkan kebajikan. Kebajikan menurut Plato adalah pengetahuan (Suhelmi, 2002: 37). Jadi seorang filsuf yang dimaksud Plato adalah seorang yang memiliki banyak pengetahuan dan kebijaksanaan dalam memimpin.
Plato juga menginginkan negara harus mengutamakan warga negaranya untuk menguasai pengetahuan dengan cara menyediakan lembaga-lembaga pendidikan. Atas dasar inilah Plato mendirikan sekoalah filsafat di Athena, yang namanya diambil dari nama pahlawan legendaris Yunani, Academicus (Ebyhara, 2013 : 98-99). Kemudian biasa kita kenal dengan sebutan akademi. Bagi Plato negara yang terbaik bagi manusia adalah negara yang penuh kebajikan didalamnya.
Negara ideal bagi Plato bukan hanya sebuah mimpi saja melainkan Plato berusaha menciptakan sebuah negara ideal yang sebenarnya. Pada hakekatnya sendiri bagi Plato bahwa asal mula negara itu terletak dalam keinginan dan kebutuhan manusia maka itu berarti bahwa negara dibentuk oleh dan untuk manusia (Rapar, 2002 : 58). Dengan demikian tugas negara yang sesungguhnya diinginkan Plato pada dasarnya negara wajib mengupayakan kesenangan, kebahagian, kenyamanan dan kesejahteraan warganya. Kata Plato, “ Tujuan kita menegakkan negara bukanlah ketidakseimbangan kebahagian kelas tertentu, melainkan demi kebahagian buat semua ” (Ebyhara, 2013 : 104).
Negara ideal Plato juga didasarkan prinsip larangan atas pemilikan pribadi, baik dalam bentuk uang, harta, keluarga, anak dan istri (Suhelmi, 2001 : 39). Dalam hal ini Plato mengkhawatirkan akan adanya kecemburuan dan kesenjangan sosial diantara setiap warga negara sehingga akan menyebabkan seseorang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama. Menurut Plato uang, anak, dan wanita adalah milik bersama atau milik negara. Pada akhirnya negara ideal Plato telah menghapus peran ibu untuk anak yang baru lahir. Bagi Plato anak tersebut harus dipelihara oleh negara untuk dijadikan manusia unggul, manusia yang tidak terikat dengan keluarga dan manusia yang mengabdi hanya untuk negara.
Plato juga sangat tidak setuju dengan lembaga perkawinan dalam suatu negara. Menurut Plato, lembaga perkawinan telah menciptakan ketidaksamaan antara laki-laki dan perempuan. Pada dasarnya kemampuan yang dimiliki wanita dan laki-laki adalah sama sehingga sangat menguntungkan bagi negara karena wanita juga dapat mengerjakan pekerjaan laki-laki seperti dunia kemiliteran, sehingga wanita tidak hanya diam dirumah sebagai pekerja rumah tangga, pengabdi suami dan pengasuh anak.
Pada masa tuanya Plato menyadari bahwa negara ideal itu masih sangat sulit diwujudkan karena suatu negara yang dipimpin oleh seorang filsuf terlalu sempurna untuk manusia. Namun Plato mencoba menemukan agar ada suatu sistem atau bentuk negara yang mendekati negara yang ideal sesungguhnya. Plato menguraikan pembagian bentuk negara menjadi 3 bentuk yang kemudian digolongkan lagi menjadi golongan yang mengenal hukum dan yang tak mengenal hukum. Golongan bentuk negara yang mengenal hukum yang terbaik adalah monarki, lalu aristokrasi, dan kemudian demokrasi, sedangkan yang tak mengenal hukum yang terbaik adalah demokrasi, lalu oligarki, dan yang terburuk tirani (Rapar, 2002 : 66).
4. Kritik Terhadap Pemikiran Politik Plato
Apabila negara ideal adalah negara yang dipimpin oleh seorang filsuf dan seorang filsuf adalah seorang yang memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan dalam memimpin maka saya sependapat dengan Plato karena yang dibutuhkan oleh negara sekarang adalah pemimpin yang mempunyai kebijaksanaan dalam memimpin dan juga pengetahuan bagaimana mensejahterakan rakyatnya bukan menjadi pemimpin yang mengutamakan kepentingan pribadi. Plato sangat mengutamakan pendidikan hal tersebut sangatlah benar dalam membangun negara ideal, kunci membangunan negara adalah pendidikan. Sistem pendidikan yang baik tentu akan memberikan dampak positif bagi kemajuan negara.
Prinsip negara ideal Plato yang melarang hak atas kepemilikan pribadi, baik dalam bentuk uang, harta, keluarga, anak dan istri serta tidak memperkenankan lembaga perkawinan adalah suatu tindakan yang tidak benar. Menurut saya Plato mengemukakan kedua prinsip hanya bersifat sementara saja tidak bisa menjadi ukuran membangun negara ideal hingga sekarang. Pada zaman perang dahulu kemungkinan kedua prinsip ini bisa dipakai karena apapun yang dilakukan negara adalah bagaimana caranya bisa memenangkan perang tersebut. Sehingga Plato ingin menanamkan nilai kebersamaan agar setiap warga negara dapat bersatu membela tanah airnya sampai titik darah penghabisan tanpa memikirkan hal lain seperti uang, harta dan keluarga karena hal ini dapat memecah persatuan. Dibandingkan kondisi yang sekarang dengan zaman Yunani kuno dulu tentu sudah jauh berbeda karena disetiap negara Hak Asasi Manusia (HAM) sangat dikedepankan, hak-hak yang menjadi kepemilikan pribadi dan masalah perkawinan sudah diatur sedemikian rupa dan dilindungi oleh Undang-undang.
5. Kesimpulan Pemikiran Plato
Negara ideal adalah negara yang dipimpin oleh seorang filsuf yang memiliki pengetahuan. Kebajikan adalah pengetahuan. Plato menilai negara yang mengabaikan prinsip kebajikan jauh dari negara yang didambakan manusia. Namun, pada dasarnya Plato menyadari bahwa tidak mungkin negara ideal itu dapat dihadirkan secara sempurna di dunia inderawi ini, karena yang terutama bukanlah kehadirannya secara fisik di dunia inderawi ini, melainkan agar prinsip-prinsip dalam negara ideal itulah yang perlu dihayati (Rapar, 2002 : 134). Plato sesungguhnya hanya membangun suatu ideal, baru kemudian ia mencoba memberi petunjuk untuk kemudian mengarahkan menuju ke ideal itu. Dengan demikian Plato mengharapkan sebuah negara yang baik adalah negara yang hampir mendekati ciri- ciri negara ideal seperti yang ia dambakan selama ini.
Bahan bacaan:
Ebyhara, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Politik. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media. 2013.
Freeman, Eugene & Appel, David. The Wisdom and Ideas of Plato. New York : Primer Book. June 1956.
Hidajat, Imam.Teori-teori Politik. Malang : Setara Press. 2009.
H. Rapar. Filsafat Politik. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Ed.1. Cet.2. 2002.
Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2001.
T.Z. Lavine. Plato; Kebajikan adalah Pengetahuan. Yogyakarta : Penerbit Jendela. 2003.
Tentang penulis:
Yanza Ahaddin Fahmi, lahir di Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan, 12 Agustus 1996. Alumni Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang yang baru saja lulus dengan predikat “Dengan Pujian” serta meraih penghargaan sebagai Wisudawan Terbaik II Tingkat Program Studi Ilmu Pemerintahan (2018). Penghargaan dan prestasi lainnya adalah anggota IKA LKS Kota Lubuklinggau angkatan IX (2012), Ketua OSIS SMA Negeri 2 Lubuklinggau (2013), anggota Purna Paskibaraka Indonesia Kota Lubuklinggau (2013), Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (2017), Ketua Umum Komisi Pemilu Raya Universitas Muhammadiyah Malang (2017), Mahasiswa Magang Riset Kemendagri (2017). Ia juga pernah dipercaya menjabat Ketua Umum Organisasi Daerah Jong Sumatera Selatan selama 6 bulan dan dinonaktifkan karena tidak berstastus sebagai mahasiswa lagi (2018). Saat ini aktivitasnya banyak dihabiskan di Komunitas Ceria Semesta, Majelis Lingkaran Benny Institute serta menjadi pengajar di Bimbingan Belajar Ganesha Operation.
*Esai pemantik diskusi di atas kemungkinan besar akan direvisi sesuai bentuk terbaiknya ketika akan dibukukan dalam Bunga Rampai Esai Lingkaran kelak.