Advokasi dan Kemitraan ala Bang Benny Arnas
“Dengan banyak membaca, otak kita seakan menyuguhkan amunisi yang sangat beragam dan berlimpah” (Benny Arnas)
“Kemitraan akan datang sendiri, setelah orang melihat karya kita”
Hari ini tumben aku bangun agak kesiangan, dengan tergesa-gesa pergi mengambil air wudhu dan sholat subuh. Sambil menunggu jadwal sarapan pagi aku isi dengan menuntaskan pekerjaanku merapihkan daftar Penilaian Akhir Tahun (PAT) yang lupa belum ke setor ke sesama wali kelas di sekolahku. Hitungan menit selesai sudah nilai itu rapih dan langsung dikirim.
Ketika jemari baru beranjak dari laptopku, ketukan suara pintu di luar langsung terdengar dan suara merdu terngiang langsung di telingaku. “Kak, ini sarapan paginya”. Ucap salah satu kakak fasilitator bennyinstitute yang tidak tahu siapa namanya. Yang kuingat dia berambut panjang, berkulit putih dengan senyumannya yang manis.
Pukul 08.10 acara pertama dimulai dengan mereview beberapa tulisan peserta dan pendamping Residensi yang dikirim ke website bennyinstitute. Dari sekian tulisan terpilihlah dua tulisan yang menarik menurut fasilitator bennyinstitute, yang pertama tulisan Teh Lia Nurlian dari PKBM Pandeglang dan Kang Vudu dari Tasikmalaya. Acara selanjutnya, Book Talk and Launching bukunya Mba Septi Wahyuni yang berjudul Kronik Prahara. Mba Septi, memaparkan bahwa seluruh cerita yang ditulisnya merupakan cerita-cerita nyata yang dialami oleh perempuan dan sebagian besar menjadi objek penderitaan. Kang Vudu dan Teh Sinta seorang yang sudah ahli dalam dunia tulis menulis memberikan komentarnya tentang buku karangan mba Septi Wahyuni.
Yang membuat saya tertarik pada hari kedua adalah bagaimana Bang Benny Arnas menceritakan sepak terjangnya dalam berkarya. “Dulu tidak memikirkan tentang advokasi dan kemitraan”. Ungkapnya. Tapi hari ini saya dapat mengerti pentingnya advokasi dan kemitraan dalam kegiatan-kegiatan Bennyinstitute” Lanjutnya.
Bang Benny Arnas bercerita, awal menjadi penulis atas saran dari teman-temanya yang ternyata mereka penulis-penulis hebat didukung dengan rutinitas Bang Benny sebagai pembaca akut. Inilah modal awal menjadi penulis. Dengan banyak membaca, otak kita seakan menyuguhkan amunisi yang sangat beragam dan berlimpah. Sehingga dengan mudahnya karya kita tuntas dan berkualitas. Dari karyanya Bang Benny memperoleh berbagai penghargaan dan membangun gedung Bennyinstitute yang saat ini digunakan untuk berkegiatan.
Dengan eksisnya berkegiatan dan menghasilkan karya-karya, Bennyinstitue seakan magnet bagi berbagai pihak untuk bermitra tanpa pengajuan proposal. Dari mulai Kementreian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pemerintahan Kota Lubuklinggau dan lain sebagainya. Inilah salah satu buah dari kedisiplinan dalam menghasilkan karya dan memberikan impact yang sangat luas bagi masyarakat Lubuklinggau.