Karya: Tita Kurnia Sari
Namaku Ghea, bulan kemarin, umurku genap 20 tahun. Ini adalah kisahku, kisah dari seorang anak tunggal yang mengharapkan perhatian dari orang tuanya.
Ayahku adalah seorang pengusaha, ia memiliki beberapa perusahaan yang bisa dibilang usahanya sangat berkembang pesat. Bundaku sendiri memiliki beberapa butik yang dikelola olehnya sendiri. Ayahku sering bepergian keluar kota maupun luar negeri untuk urusan pekerjaan dan kadang bundaku ikut menemaninya.
Orang tuaku adalah orang yang sangat sibuk, pergi pagi dan akan pulang malam hari, bahkan di hari libur pun mereka tetap sibuk dengan dunia pekerjaan mereka. Itulah yang membuat mereka sering tidak di rumah dan juga tidak pernah ada waktu untukku.
Saat sedang melamun sendiri, terkadang aku teringat pernah mendengar seseorang berkata, “Enak ya jadi Ghea yang hidupnya sempurna memiliki orang tua yang lengkap dan hidup yang berkecukupan.”
Mungkin memang benar, menurut mereka hidupku ini sempurna, tapi menurutku sendiri sebenarnya tidak, dan mereka tidak tahu, apa yang kurasakan dan kupendam sendiri.
“Orang tuaku memang mencukupi semua kebutuhanku tapi mereka tidak bisa mencukupi satu permintaanku yang dari dulu sangat-sangat ku-inginkan yaitu waktunya bersamaku,” kataku yang sedang sendirian dan membantah semua omongan orang yang pernah kudengar.
Aku kadang merasa iri dengan temanku yang sering diantar jemput orang tuanya, aku pun ingin merasakan bisa diantar jemput oleh orang tua dan bisa selalu berkumpul walau hanya sebentar. Aku juga ingin mereka ada waktu untuk sekedar menanyakan kabarku atau mendengarkan ceritaku.
“Sebegitu sibukkah mereka atau begitu banyakkah pekerjaan mereka hingga mereka seakan mengabaikan aku sebagai anaknya yang setiap saat menginginkan perhatian dan kasih sayangnya! Hingga kadang, aku berpikir, apakah pekerjaan lebih penting dibandingkan waktu bersama keluarga?” lamunku sendiri.
Jika boleh memilih aku lebih baik hidup tidak berkecukupan tetapi mendapatkan kasih sayang penuh dari mereka, dibanding hidup berkecukupan tetapi seakan jauh dari mereka. Kadang aku berusaha hanya untuk sekedar berbicara dan mengeluarkan keluh kesahku dengan mereka, tetapi mereka selalu bilang kalau mereka sedang sibuk dan tidak ada waktu.
Aku capek jika begini terus, aku ini anak mereka, aku juga masih butuh kasih sayangnya, tetapi kenapa mereka tidak sadar akan itu?!
Terlalu lelah memikirkan semua itu hingga aku jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit, dan saat merekaa datang, bundaku pun bertanya, “Kamu kenapa Nak? Kenapa bisa sampai sakit begini?” dan … aku masih diam.
Tetapi lama-lama, aku berpikir mungkin ini waktu yang tepat untuk berbicara dengan mereka.
“Ayah, Bunda, aku mau bicara dan tolong kali ini dengarkan dan turuti apa mau aku,” ku-katakan pada mereka.
“Aku anak kalian kan?! Tapi kenapa susah sekali bagi kalian untuk meluangkan waktu untukku? Apa kalian berpikirnya, aku akan bahagia dengan hidup bergelimang harta? Tapi itu semua tidak! Yang aku inginkan selama ini adalah kasih sayang dan waktu dari Ayah dan Bunda. Aku capek selalu merasa sendiri,” lanjutku sambil terisak.
Setelah mendengar semua isi hatiku, mereka pun meminta maaf dan mereka sadar akan kesalahannya.
Sejak saat itulah hidupku mulai berwarna kembali. Mereka mulai banyak waktu untukku dan Bunda juga lebih sering di rumah. Aku senang sekarang, mereka menyadari jika waktu untuk keluarga itu lebih penting daripada yang lain.
===