Lubuklinggau, 18 April 2025 – Sebuah malam yang penuh inspirasi dan semangat berkarya terjadi di lantai 3 Hambalayo Cafe. Ratusan mata tertuju pada panggung kecil yang hangat namun sarat makna: tempat di mana Dea Aditya, aktor muda asal Lubuklinggau, membagikan kisah nyatanya tentang bagaimana kelas akting mengubah jalan hidupnya—dan mengantarkannya ke layar komersial nasional.
Acara yang dikemas dalam format Nobar & Talkshow ini bertajuk “Dari Kelas Acting ke Layar Komersial”, dan diselenggarakan oleh Majelis Lingkaran. Bukan sekadar diskusi santai, tetapi ruang yang memberi napas bagi para pemuda kreatif lokal untuk bermimpi lebih tinggi dan bertindak lebih berani.
Dalam balutan kaos hitam sederhana, Dea Aditya tampil tanpa jarak dengan penonton. Tapi siapa sangka, wajah yang sering kita lihat di berbagai iklan televisi, web series YouTube, film pendek, hingga layar lebar ini dulunya hanyalah seorang remaja biasa dari Lubuklinggau yang penasaran ikut kelas akting.
“Aku dulu mikir, ikut kelas akting itu buat seru-seruan aja. Tapi ternyata, dari situlah semua pintu terbuka,” ujar Dea, membuka kisahnya di depan audiens yang menyimak dengan penuh perhatian.
Dea merupakan alumni Benny Institute Acting Class, lembaga pelatihan seni peran yang menjadi titik awal karirnya. Ia memulai dari peran-peran kecil, casting demi casting, hingga akhirnya dipercaya memerankan karakter-karakter utama dalam berbagai produksi.
Acara ini dipandu oleh Albu Qolbin, seorang anchor muda yang juga alumni Benny Institute. Albu tampil sebagai moderator dengan gaya komunikatif dan hangat. Ia tidak hanya bertanya, tapi berhasil membawa suasana menjadi cair, dalam, bahkan sesekali mengundang tawa dan haru.
Diskusi mengalir ke banyak topik: bagaimana cara menghadapi kegagalan saat casting, pentingnya kepercayaan diri di depan kamera, perbedaan akting panggung dan layar, hingga bagaimana menjaga integritas seni dalam dunia industri yang penuh kompetisi.
“Yang paling sulit bukan belajar aktingnya, tapi menjaga semangat saat belum ada yang percaya kita bisa,” kata Dea, sambil menatap peserta satu per satu.
Bukan hanya alumni kelas akting atau pegiat seni yang hadir. Pengunjung kafe yang awalnya hanya ingin nongkrong, akhirnya ikut duduk dan larut dalam suasana. Beberapa mahasiswa, content creator lokal, dan pemuda kreatif yang sudah mendaftar sebelumnya juga tampak aktif bertanya dan mencatat poin-poin penting dari diskusi.
Yang membuat acara ini istimewa adalah: semuanya gratis. Ya, tanpa tiket, tanpa syarat. Majelis Lingkaran menghadirkan ruang edukatif ini sebagai bentuk dukungan nyata terhadap perkembangan ekosistem kreatif lokal di Lubuklinggau dan sekitarnya.
“Lubuklinggau butuh lebih banyak ruang seperti ini. Di mana anak muda bisa bertemu, berdiskusi, belajar, dan tumbuh bersama,” ujar salah satu panitia.
Acara ditutup dengan nobar film pendek yang pernah dibintangi oleh Dea Aditya, yang menampilkan transformasi nyata dari aktor pemula menjadi pemain profesional. Tentu saja, tepuk tangan hangat mengiringi penutupan malam itu.