Dinginnya angin malam kian menyayat hati, tapi aku masih terjaga. Entah apa yang membuatku seperti ini. Seolah Hatiku seperti terganjal sesuatu. Aku melihat layar ponselku Sudah hampir pukul 24.00. Harusnya aku sudah terlelap sedari tadi. Apalagi aku selalu mudah lelah karena terlalu sibuk dengan kegiatan kampusku. Semua sangat menyita waktu dan juga tenagaku.
Aku hanya menatap dinding kosanku yang aku hiasi kupu-kupu berwarna-warni, Aku merasa bosan sekali, karena sedari tadi hanya berguling-guling di atas kasur. Sedangkan mataku tak jua merasakan kantuk. Aku pun bangun dengan niatan ingin melakukan sesuatu. Walaupun sebenarnya aku tak tahu apa yang harus ku perbuat. Mengerjakan tugas? Ah.. Aku sangat malas.
Pada akhirnya ku putuskan menghidupkan dan memilih musik di ponselku dengan menempelkan headset di telingaku. Dan aku menemukannya, lagu favoritku dari penyanyi indonesia Melly Goeslaw berjudul bunda. Ku cermati kata demi kata yang terucap dari suara indah. Hingga dilirik akhir lagunya “tangan halus dan suci tlah mengangkat diri ini jiwa raga dan seluruh hidup rela dia berikan,” kuulangi musik itu sampai ku tak tau kapan air mata menetes di pipiku. Kalender kecil di didinding kamar kosanku, kupandangi kalau Hari ini adalah tanggal 21 Desember. tangis ku tak berhenti sampai disitu saja aku.
Tiba-tiba hatiku bergetar. Aku merasakan sesuatu yang menyeruak begitu saja ke dalam hatiku. Aku ingat ibu, sedari tadi air mataku meleleh. Setelah mendengarkan musik tadi. Pikiranku langsung terbang jauh di sana. Di mana aku merindukan sosok seorang ibu. Ibu yang telah melahirkan dan membesarkanku hingga sekarang. Anakmu Ratih Andri Sudah setahun lebih ini aku jauh dari keluargaku. Semenjak kuliah aku memilih hidup sendiri di kota. Tempat di mana aku sekarang menuntut Ilmu. Aku hidup sendiri di kostan. Jauh dari kehangatan keluargaku yang jauh di sana. Ibu, abah dan juga adikku.
Aku melakukan suatu kebodohan dalam diriku. Seminggu ini aku sangat sibuk, hingga aku melupakan kewajibanku. Aku jadi jarang menyapa keluargaku yang berada di dusun. Aku jarang menelpon mereka, aku selalu sibuk dengan kegiatanku di sini. Menanyakan Bagaimana keadaan mereka? Aku pun tak tahu kabarnya. kemarin sore yang lalu aku bertindak bodoh. Aku sudah tega tak menjawab panggilan telpon dari keluargaku. Pasti itu dari ibu, dia merindukan aku, diriku bisa sekeji ini. Kenapa aku jadi seperti ini? Sedangkan pengorbanan mereka untuk menyekolahkanku hingga aku bisa kuliah di kota ini.
Keluargaku bukan orang yang berada. Abaku bernama Bus Tami hanyalah seorang petani dan ibuku bernama Un Tama adalah seorang penjahit di dusun. Bagaimana pengorbanan mereka untuk membahagiakanku juga adikku sangatlah tiada terkira banyaknya dengan umur mereka yang sudah beranjak lima puluhan. Bagaimana keseharian abaku membanting tulang, melawan teriknya matahari juga dinginya angin saat hujan tiba-tiba mengguyur tubuh aba yang sedang bekerja di kebun. Juga bagaimana rasa lelahnya ibu yang rela duduk dikursi tapi bukan lah santai yang ia dapati ia harus berhadapi dengan mesin jahit tua yang dibelikan nenekku dulu, agar bisa menyelesaikan jahitan bajuh orang tepat pada waktunya, tak jarang ibuku dengan mata yang tidak jelas harus memasukan jarum kelobang yang kecil pada malam hari, adekku Diana yang paling besar yang sering membantu ibuku.
Di sini aku hanya bisa menangis merindukan mereka. Merasakan betapa dinginnya malam tanpa hangatnya kasih sayang keluarga. Terutama pelukan hangat kasih sayang ibuku yang teramat aku cintai. Ingin rasanya aku memeluk dirinya yang berada jauh di dusun. Mengucapkan segala kata maaf atas semua rasa bersalahku selama ini. Ingin rasanya aku membalas segalanya yang telah mereka berikan terutama, Ibuku. Namun, semua itu mungkin terjadi semua sangat sulit ku kira. Pengorbanan dan kasih sayangnya tak kan mampu tertandingi oleh apapun di dunia ini.
Aku ingin memelukmu. Aku ingin menumpahkan segala keluh kesah dan segala air mata kesedihan, yang menggenang di pelupuk mataku dalam pelukanmu. Karena aku tahu hanya kaulah yang paling mengerti akan diriku. Karena engkaulah segala kasih sayang yang mampu membuat kehangatan dalam hidupku.
Pagi ini aku memutuskan untuk meninggalkan segala kesibukkanku. Bertepatan juga dengan hari natal jadi ada libur tiga hari. Aku ingin pulang ke rumahku, Aku sudah tak tahan lagi menahan rindu. Aku ingin memeluk ibu.
Kini aku sudah berada di tengah pasar, ku perhatian satu persatu mobil yang melintasi ku. karena taksi ke dusunku hanya ada di waktu tertentu saja, ku lihat jam menunjukan pukul jam 11:50. Biasanya ada jam segini, pikirku. Mobil berwarna putih dengan lambaian tangan keluar dari kaca mobil itu, ternyata bener ini taksi yang aku tunggu dari tadi. Aku senang bukan main aku langsung menghampiri supir nya dan naik kedalam mobil. Aku memandang dari balik jendela taksi yang ku naiki untuk pulang ke rumah. Terlihat sawah-sawah hijau yang membentang di dusunku. Dusunku masih sama belum banyak perubahan dan Bayangan kehangatan keluarga tergambar jelas di benakku. Aku ingin segera sampai rumah dan memeluk Ibu juga Ayahku.
Kenapa mobil ini berasa tidak berjalan, cepatlah aku ingin cepat sampai, kelu dalam hatiku. Istana kecil penuh kasih sayang dari mereka, kulihat mereka sudah menunggu kepulangan putrinya. Hingga aku tak bisa menahan air mata, aku turun dan memeluk hangat ibuku, yang sangat aku rindukan.