Timur Lenk menghadiahi Nasruddin seekor keledai. Nasruddin menerimanya dengan senang hati. Tetapi Timur Lenk berkata, “engkau adalah guru yang terkenal dan tentunya kau dapat mengajari keledai ini membaca. Kalau kau sanggup melakukannya, aku akan memberimu hadiah yang besar. Tetapi kalau sampai gagal, aku akan menghukummu,” kata Timur Lenk
“Itu permintaan sulit Yang Mulia. Tetapi baiklah, aku akan mengajarinya membaca. Beri aku waktu tiga bulan ditambah biaya yang cukup,” kata Nasruddin.
Timur Lenk memenuhi permintaan Nasruddin dan tiga bulan kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nasruddin menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya.
Si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Nasruddin.
“Demikianlah,” kata Nasruddin, “keledaiku sudah bisa membaca.”
Timur Lenk mulai menginterogasi, “bagaimana caramu mengajari dia membaca?”
Nasruddin berkisah, “Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman buku untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar.”
“Tapi,” tukas Timur Lenk tidak puas, “bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?”
Nasruddin menjawab, “memang demikianlah cara keledai membaca, hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai, bukan?”
Timur Lenk merasa senang pada Nasruddin, lalu memberinya hadiah yang cukup banyak.
Cerita di atas berasal dari lelucon Nasaruddin Hoja yang di-adaptasi dari cerita rakyat Turki. Walaupun itu adalah cerita rakyat kuno, kejadian seperti cerita di atas pun masih terjadi di sekitar kita. Ya … ini adalah masalah yang telah mendunia. Tak hanya di Indonesia.
Kamu percaya? Harus percaya!
Perihal di atas pun mungkin juga pernah dirasakan oleh kita-termasuklah aku di dalamnya. Aku tak mau bernaif-ria. Memang benar demikian. Aku pun pernah mengalaminya. Lembar demi lembar, kubaca sebuah buku, namun aku tak tahu apa maksud dari buku tersebut. Ya … aku hanya ingin membaca. Tak lebih dan tak kurang. Tapi itu dulu. Tidak untuk sekarang. Sebenarnya, banyak faktor yang memengaruhi hal tersebut; bisa jadi karena pikiran lagi kacau; bisa juga bukunya terlalu berat; bisa juga buku yang dibaca tak terlalu disukai; atau bahkan memang tidak terbiasa membaca buku. Perihal kemungkinan terakhir: tidak biasa membaca buku adalah faktor yang seharusnya sudah bisa kita perangi, terutama di Indonesia.
Salah satu cara untuk menyebarkan virus dalam hal baca-tulis adalah melalui TBM (Taman Baca Masyarakat). Kemendikbud pun turut ambil bagian dalam hal ini, yaitu dengan cara mensupport pengelola TBM di Indonesia untuk saling belajar (berbagi ilmu) melalui kegiatan residensi penggiat literasi. Alhamdulillah, tahun ini Bennyinstitute mendapatkan kepercayaan sebagai salah satu tuan rumah dari kegiatan ini—ada sembilan TBM yang menjadi tuan rumah pada kegiatan residensi tahun 2019. Pada kesempatan ini, Bennyinstitute mengusung topik: Literasi Digital, dengan tema: Text, Stage, & Screen. Sebanyak 15 peserta, 5 pendamping, dan 2 panitia pusat (dari Kemendikbud) hadir dan membersamai kegiatan ini. Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 8-11 Juli 2019 ini diikuti sangat antusias oleh para peserta yang berasal dari penjuru nusantara (Bekasi, Serang, Jambi, Jakarta Selatan, Sukabumi, Lahat, OKU Timur, Sumedang, Banyuasin, Cirebon, Pandeglang, Jakarta Barat, Kerinci, Purwakarta, Garut, dan Tasikmalaya).
Rangkaian kegiatan telah disusun secara apik oleh panitia (akrab disebut fasilitator) yang tergabung dalam Bennyinstutute. Tentunya, semua kegiatan yang dihadirkan bertajuk tentang literasi digital. Hal tersebut pun berlandaskan pada sejumlah kegiatan yang telah dilakukan oleh Bennyinstitute dengan memanfaatkan kecanggihan pada era digitalisasi seperti sekarang ini.
Membersamai Revolusi Industri 4.0, Bennyinstitute pun mengikuti perkembangan tersebut agar virus baca-tulis (khususnya kaum milenial) tetap terjaga. Pentingnya pemahaman literasi digital sekaligus pemanfaatannya sangatlah penting. Pada dasarnya era digital seperti sekarang ini dapat membuat kita melakukan suatu hal menjadi jauh lebih mudah dan cepat, salah satu contohnya adalah website, youtube, dan media sosial.
Melalui website (atau blog), youtube, dan media sosial kita dapat membuat dan menyebarkan sesuatu dalam bentuk tulisan, video, audio, foto, dan berita dengan lebih mudah dan cepat. Dulu, kita hanya mengenal hal tersebut melalui buku, majalah, koran, TV, bisokop, atau pun CD. Sekarang? Melalui website, youtube, dan media sosial pun kita dapat menikmatinya dengan lebih mudah dan cepat, cukup menggunakan gadget, laptop, ataupun komputer.
Bukankah hal tersebut menjadi salah satu bentuk kemudahan yang dihadirkan dari zaman ke zaman. Sangat disayangkan jika kita menyia-nyiakan hal tersebut. Oleh karena itu, pemahaman tentang literasi digital sangat dibutuhkan pada zaman sekarang ini agar kita pun tidak tergerus oleh zaman. Bennyinstitute pun telah menceburkan diri pada ranah ini. Semua hal di atas di sajikan pada kegiatan residensi kali ini. Peserta residensi dikenalkan dengan semua aktifitas Bennyinstitute dalam memanfaatkan perkembangan teknologi digitalisasi agar dapat bertukar pikiran/ide sehingga bisa tumbuh bersama. Detail kegiatan residensi dapat dilihat pada link ini (klik).
Selain itu, peran TBM pun harusnya mengikuti perkembangan ini. Tidak hanya menjadi TBM yang hanya menyajikan buku yang diletakkan di rak-rak buku, tempat membaca, dan beberapa ruang belajar atau sejenisnya. Walaupun pada dasarnya konsep TBM seperti itu harus tetap dipertahankan, kita juga harus ikut menambahkan beberapa bumbu dalam perkembangan teknologi agar kita bisa terus berkembang dan tumbuh. Apalagi menyikapi pesatnya kemajuan teknologi. Harusnya itu tak menjadi hambatan, tapi jadikanlah suatu tantangan agar bisa menjadi lebih baik lagi.
Hal yang paling mendasari kegiatan di atas adalah pentingnya menumbuhkan kesadaran membaca. Membaca apapun dan dalam bentuk apapun, bisa membaca buku dalam bentuk daring ataupun luring. Melalui membaca, pengetahuan kita dapat bertambah dan juga tentu mendapatkan segudang manfaat lainnya. Namun, satu pesanku, jangan menjadi keledai seperti halnya cerita pembuka di atas. Nah, di sinilah peranan TBM yang tak hanya menjadi wadah penyedia tempat membaca namun juga dapat mengelolanya sedemikian rupa agar suasana TBM pun bisa tercipta dengan menghasilkan sejuta manfaat bagi lingkungan sekitarnya.