Bahu Anak Pertama Harus Kuat
Namaku aku adalah Sani, Aku adalah anak Pertama dari dua bersaudara, aku dan adik ku yang mempunyai nama yang cuup mungil yaitu cici, semenjak kepergian orangtuaku keperantauan kamipun harus rela berdua saling melengkapi di perkampungan bertutupan rumah bambu yang bila di terpah angin kencang mungkin akan roboh, sebagai anak pertama bahuku harus kuat mau tak mau aku harus bisa selama Orangtua ku yang terpaksa harus bekerja dikota Kalimantan untuk masa depan kami, waktu yang selalu aku harapkan yaitu waktu berkumpul dan merasakan kehangatan keluarga jarang sekali ku dapatkan dari umurku yang 13 tahun aku sudah mengurusi segala keuangan dan kehidupan adiku, masih cukup kecil untuk adikku memahami bahwa jauh dari kedua orangtua sangat terpukul bagiku
bukan hanya masalah ekonomi bila uang kiriman tak cukup namun kuat harus kuat akan cobaan masalah lingkungan disekitar ku yang mengoda ku akan bermain dan tak memikirkan kehidupan yang tak mereka harus fikirkan karena aku dan mereka berbeda orangtua ku tak sama seperti mereka dan akupun tak seperti mereka kapanpun mereka bisa dapatkan kebahagian dari orangtuanya masing-masing hingga akupun siap dicemoh dan dijauhi teman-teman seusia mereka karena aku berbeda tak mudah mengikuti pengaruh mereka, namun pribadiku tak begitu mudah untuk mengikuti begitu saja akan gapaian tangan-tangan jahat dari mereka yang mengajak ku, untuk bolos sekolah dan bermain- main sampai malam, karena banyak hal lain yang ingin ku fikirkan bukan bermain bersama teman- teman seusia ku, karena bagiku sangat sulit harus bekerja dan sekolah serta membagi waktu mengurus adikku yang berumur 5 tahun
Saat ketika umur adikku yang masih berumur 3 tahun dan aku yang masih berumur 11 tahun aku sebagai anak pertama harus belajar kuat memahami keadaan orang tua ku yang hanya bekerja sebagai petani karet itupun bekerja bersama orang hingga sore meronta malam adikku selalu menatap penuh harap akan kepulangan dari ayah dan ibuku, cukup bagikku ku pahami akan itu karena aku pun masih sangat membutuhkan kehangatan orangtua. Hingga waktupun aku harus dituntut menjadi lebih dewasa yang harus sepulang sekolah berkeliling kerumah dan kerumah menjual pisang goreng, namun cukup mudah bagiku untuk menjual pisang goreng karena akupun dari umur 10 tahun sudah belajar bertani dan bercocok tanaman dari ayah ku, hingga aku bisa menghasilkan tanaman yang dapat aku manfaatkan yang membuat ku cukup hanyut oleh senyuman dari tanaman tangan kecilku.
13 Maret 2017 hari dimana adikku mulai memasuki taman kanak-kanak karena akupun ingin adiku tumbuh dengan cerdas, walaupun aku tau ayah dan ibu hanya mengirimkan uang yang tak begitu cukup untuk pendidikan dini untuk cici.
” Mbak hari ini cici mulai sekolah kah?” Ucap cici
” Iya dek, namun mau tidak cici pakai baju yang sudah mbak jahitkan semalam kah?
” Aku ngga mau, aku malu sama teman-teman kemarin nina, cerita baru saja dibelikan baju oleh ayahnya, mbak apakah cici bisa juga mendapatkan baju baru seperti nina ?” Pinta penuh rayu
” Ohh sayang, adik ku akan ku lakukan apa yang engkau pinta, namun untuk hari ini, mbak mohon pakailah, baju yang sudah mbak siapkan ya ” tersenyum menahan tangis
Terik Matahari tak menghalangi, kepulangan ku dari sekolah dengan mengunakan sepatu yang siap menelan batu-batu yang mau masuk ke sepatuku, akupun harus mengorbankan dan menahan uang kiriman dari ayah dan ibu untuk membelikan sepatu demi, pendaftaran masuk sekolah adikku, tak terasa dahaga ku kering, berjalan dengan perjalanan dari sekolah yang cukup jauh, ku buka pintu yang cukup usang terbuat dari bambu, dengan penuh harap adikku sedang tertidur dan tak merengek untuk makan. Namun kenyataan yang kuharap salah.
” Dik kenapa kau menangis , siapa yang menjemput mu pulang tadi ku tanya ibu nina kau, pulang sebelum waktunya dari sekolah kenapa ? Apakah kau lapar dik?” Air mata mulai membasahai pipiku yang penuh keringat kotor
” Mbak yang menjemput ku, pulang adalah ayah dan ibu, mereka pulang mbak ” Pekik haru adikku
” Kemana mereka dik, kemana aku ingin bertemu ” Memeluk badan mungil Cici
” Mereka akan pulang mbak, membawakan baju dan sepatu keinginan kita”
Hujan yang akan mendatangi pelangi mulai membasahi rumah balik bambu, yang penuh tangis dan penuh harap akan tanggung jawab yang anak pertama tempuh sendiri.
Biodata Penulis
- Enita Sari Lahir di SumberAgung tanggal 04 April 1998, saat ini sedang menempuh pendidikan di STKIP PGRI LubukLinggau semester 7