education.art.culture.book&media

Gadis Kecil Yang Malang

Pagi hari di Pasar Tavip Kota Binjai langit memang tak begitu bersahabat. Ketika aku akan pergi ke rumah nenek di Paya Roba tiba-tiba di tengah perjalanan turun hujan dengan sangat lebat. Terpaksalah aku berhenti sebentar di tempat yang teduh.
Sejauh mata memandang jalanan yang sepi kendaraan berlalu lalang aku melihat seorang gadis kecil berusia sekitar 10 tahun yang berjalan sambil bermain air hujan dipinggir jalan kota. Tubuhnya sangat kotor, kurus, dan dekil sekali seperti tak terurus dalam benakku berkata, “Siapa orang tua dari anak itu dan dari mana dia berasal ya?”. Tak henti-hentinya aku melihat gadis kecil itu beryanyi dan tertawa, mungkin dia menemukan kebahagiaan ketika turun hujan.
Tetapi lama kelamaan wajah gadis kecil itu mulai berubah menjadi pucat badannya pun mengigil akibat dia bermain hujan terlalu lama. Tanpa memikirkan bajuku, akupun bergegas melangkah menarik tangan gadis kecil itu yang sangat dingin tetapi sayang ia tidak mau untuk dibawa ke tempat yang teduh. Tak lama aku berpikir demi keselamatannya agar tidak jatuh sakit, aku memaksanya membawa ke tempat yang teduh. Akhirnya gadis kecil itu mau untuk di ajak berteduh di tempat yang teduh. Lalu aku bertanya kepada gadis kecil itu.
“Namamu siapa adik manis?” Tanyaku pada gadis kecil itu.
Tak ada satu pun jawaban yang keluar dari dalam mulutnya, dia hanya terdiam dan menitikan air mata. Kemudian anak itu pergi dan berlari, berkali-kali ku panggil tapi dia tetap menghiraukannya tanpa ku ketahui siapa nama gadis kecil itu. Dengan hati dipenuhi sejuta Tanya, melangkah sambil menunduk.
“Ah sudahlah mungkin dia takut untuk bercerita dengan orang asing yang belum dikenalnya.
Sudah cukup lama aku menunggu hujan redah tapi tak kunjung redah akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke rumah kontrakan yang tak jauh dari situ. Keesokan harinya ketika aku bertemu lagi dengan gadis kecil itu ia sedang duduk termenung sendirian di pinggir Pasar Tavip. Aku berjalan menghampirinya dan bertanya.
“Kamu kenapa dek kok duduk di pinggir jalan sambil melamun dan memegang perutmu terus menerus?’’. Dia menjawab
“ Kak saya lapar dari tadi pagi saya belum makan nasi sedikit pun, ”.
Kemudian tertegun dengan hati yang tersayat. Beruntung didalam tas ada 2 bungkus roti coklat yang sengaja aku bawa dari rumah untuk bekal diperjalanan ke BSM nanti. Tak lagi berpikir panjang aku mmeberikan roti kepada gadis itu.
“Apa, kamu mau roti ini dek?!” sambil memegang dua bungkus roti coklat.
Gadis kecil itu menjawab’ “ Apakah roti ini beneran untuk saya kak?”
“Iya! semua ini untuk kamu”, ucap saya dengan lembut.
“Terimakasih ya kak”,
Ketika makanannya sampai di tangannya dia langsung memakannya dengan lahap setelah selesai makan roti dia pun langsung pergi.
Dari kejauhan aku mengikutinya dan dia berlari ke tempat yang sangat asing. Permukiman tersebut sangat kumuh dan sangat kotor .
Gadis itu tampak berdiri di depan pintu rumahnya. Aku mencoba untuk mendekati rumah kecil yang seharusnya tidak layak untuk di tempatin lagi. Di depan rumah tersebut ada seorang ibu sedang menggendong anak bayi. Dia adalah tetangga dari gadis kecil itu.
Ibu itu berkata “Kak jangan masuk kesana!!
“Memangnya kenapa buk?” Tanyaku.
“Jadi begini ya kak, Arini adalah anak dari Bapak Atok dan Ibu Siska. Tujuh bulan yang lalu ketika hujan sangat lebat, terdengan suara ribut dari rumah Bapak Atok. Orang tua Arini selalu bertengkar karena masalah ekonomi keluarga. Mereka berdua memutuskan untuk bercerai. Ketika sidang ternyata hak asuh Arini jatuh kepada ayahnya sesuai dengan permintaan Arini sendiri. Karena Arini kerap disiksa oleh ibunya.
Ibunya Arini memutuskan pulang kerumah orang tuanya di Jawa Barat dan Ayah Arini menikah lagi dengan perempuan pilihannya. Kini Arini mempunyai ibu tiri yang tidak menyukai kehadiran.
Pernikahan Ayah dan Ibu tirinya berjalan selama lima bulan. Ketika Ayah Arini pulang dari pasar Ayahnya tiba-tiba mengalami kecelakaan, becak motor yang di kendarainya berlawanan arah, tabrakan pun tidak bisa dihindarkan dan langsung menewaskan dirinya di tempat kejadian.
Kini Ibu tirinya jadi merajalela dan memarahi dan memukul Arini seenak hatinya sendiri. Setiap hari gadis itu tak lepas dari pukulan rotan ibu tirinya, anak itupun hanya bisa menangis kesakitan. Ibu tirinya pun mengusir Arini dari rumahnya sendiri dan Arini sekarang tinggal di sebuah gubug yang sangat kecil ini. Bagaikan terkena halilintar mendengar cerita hidup Arini, terasa dunia berhenti sejenak berputar tapi apa yang dapat dikata lagi semua telah terjadi.
“Sebenarnya ibu ingin sekali membantu gadis kecil yang malang ini (sambil meneteskan air mata) tapi mau bagaimana lagi keadaan kami pun sangat memprihatinkan sekali”. Keluh ibu Ria.
Setelah mendegarkan cerita kehidupan Arini yang sangat menyedihkan. Aku disuruh pergi oleh ibu Ria karena hari mulai gelap pertanda akan turunnya hujan.
Kini aku mengerti apa yang menjadi pangkal permasalahan dalam kehidupan Arini. Setelah itu aku bergegas pulang, sesampainya di rumah turunlah hujan yang semakin lebat aku termenung sembari membayangkan lagi sosok Arini gadis kecil yang sangat memprihatinkan perjalanan hidupnya.
“Mungkin Arini sedang bernyanyi sambil bermain hujan”, Firasatku.
Keesokan harinya aku mendengar kabar ternyata tadi malam cuaca ditempat Arini sangat buruk sehingga membuat gubuknya yang dihuninya runtuh tertimpa pohon dan menindihi tubuh kecilnya. Aku menghela nafas tertunduk lemas medengarnya. Sayang sekali nyawanya tak sempat tertolong dan dia tewas di tempat kejadian, begitu malang nasib gadis kecil ini.

Wahyu Asriniati, saya biasa dipanggil dengan nama Ayu. Perempuan kelahiran Musi Rawas, 04 September 1999. Alamat saya di SP 7 Desa Kota Baru bercita-cita menjadi guru Bahasa Indonesia, saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi STKIP PGRI Lubuklinggau jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Comments
Loading...