JIWA SANG IBU
Jendela terbuka dengan kesejukan angin menuju signal mentari akan naik, tiada yang mampu mengisyaratkan peristiwa tanpa lelah menjelang waktu mentari hingga waktu senja seorang sosok malaikat tak bersayaplah yang selalu siap bersedia melakukan nya tanpa pamrih.
“Pagi yang sejuk menyelimuti tubuh ibu tak membuatnya berat untuk beranjak dari tempat tidurnya, seorang ibu yang bernama Eva Sihotang berumur 52 Tahun lahir di Siantar, 03 Februari 1966. Beliau selalu rutin setiap bangun pagi tak lupa melihat perawatannya di teras rumah yaitu mekaran bunga membuat ia tersenyum meinggalkan lelahnya, dan setelah itu seorang ibu tak segan untuk membangunkan anak-anaknya 3 putri dan 2 putra agar siap sarapan dan berangkat sekolah, seusai anaknya dibangunkan mempersiapkan keperluan sang pejuang dalam keluarga yaitu sosok ayah berusia 59 Tahun.
“ayok, semuanya sarapan para semangat ibu udah jam berapa ini,! Jangan sampai tidak sarapan ya anak dan ayah” ujar semangat ibu.
“baik bu, hari ini aku mau semangat sekolah. Karena ibu terus semangat mempersiapkan buat kami tanpa kurang apapun, dan tidak mau membuat kecewa ibu.” Kata putri bungsu kepada ibunya.
“iya ibu sayang, doakan ya hari ini mengajar di sekolah dengan bijak hingga pulang nanti bertemu dengan senyuman manismu” ujar ayah dengan berseri-seri wajahnya.
Seketika itu seorang ibu kembali menutup pintu, untuk kembali rutinitasnya dalam keseharian di rumah sebagai ibu rumah tangga. Beliau tak rela jika ketika anak dan suaminya pulang sekolah, rumah masih berantakan dan makan siang belum tersedia, karena dibenak ibu ingin mereka pulang bisa bercanda tawa dan berbagi cerita tentang apa yang didapatkan di sekolah maupun tempat suaminya bekerja.
Namun, jarum jam terus berputar detik berganti menit, menit berganti jam. Tak lelah seorang ibu melirik ke arah waktu itu, tak satu pun yang diharapkan cepat pulang. Beliau tetap menunggu di depan teras rumah dengan cemilan kesukaan keluarganya. Dering telepon ibu berbunyi tanpa diketahui ibu dapat kabar seorang putri bungsunya kecelekaan sepulang sekolah.
“Bu, oris kecelakaan sekarang ada di rumah sakit ruangan UGD.” Tangis sosok ayah menelpon istrinya.
“Apa!!!! Ok yah, ibu segera ke rumah sakit sekarang.” Sendu seorang ibu beranjak mencari ojek.
“Mengapa semua terjadi kepada putriku? Padahal ia mengucapkan tadi pagi ingin membuat ibu bangga atas apa yang diraih saat sekolah hari ini.” Tangis ibu tiada henti di depan ruangan UGD tersebut.
Kemudian hari, waktu yang berbeda seorang putri bungsunya cacat ditangan tak bisa berbuat apa-apa hanya berdiam diri, tak mampu pergi kemanapun merasa lemah. Seketika itu ibu nya tak pernah lelah untuk memberi semangat, memberikan pikirannya memperjuangkan putrinya ini.
“dek, tenanglah apapun kondisimu saat ini, ibu tak kan meninggalkanmu. Ingat engkau lahir dari rahim ibu, sampai kapanpun sempurna dimata ibu.” Kata semangat dari ibu untuk putri bungsunya.
“janji ya bu, jangan pernah tinggalkan ku. Ibu bersama ayah menjadi tolak ukut ku untuk bertahan hidup.” Ucap tegar putri bungs kepada ibunya.
“baiklah putri kecilku, jangan pernah berkecil hati ya. Akan sembuh dengan mukjizat Tuhan hadir dihidupmu.” Doa seorang ibu yang tulus.
Beberapa waktu kemudian, satu keluarga kecil ini berdoa bersama. Untuk menumbuhkan kembali bibit semangat dari putri bungsunya agar mendapatkan kesembuhan total kecelakaan ditangannya. Sosok ibu itulah yang menjadi sayap dan jiwa semangat anak-anaknya dan suaminya, walau hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Seorang ibu tak membuat kondisi keluarga kekurangan dari kasih sayangnya.
Perjuangan sang jiwa ibu ini benar-benar membuat batin suami dan anak-anaknya tak ingin mengecewakannya, tak ingin kehilangan sosok beliau. Karena, dalam sebuah keluarga jika seorang ibu berjuang bersama ayahnya tanpa kurang, bagaikan sebongka bunga yang tak pernah layu untuk anak-anaknya.