Sembilan Tahun di Atas Perahu
aku yakin, bila nak diitung satu-satu,
helai-helai, atau butir per butir debu,
salahku padamu jauh lebih laut
daripada yang sungai yang sesekali mengalir dari ekor matamu
tapi, masih juga kita ada dalam perahu
aku kayuh dan kayuh
kau menanak setia di atasnya
untuk kita santap bersama seraya menyaksikan matahari yang selalu kalah berlari dari kokok ayam jantan dan ranting-ranting harapan yang terjaga kepagian
aku kayuh dan kayuh
kau masih membuatkan minuman
dari sari akar pelawan yang tumbuh di punggungku tapi berdaun di jantungmu
kuminum ketika matahari lupa memejam mata sehingga air laut mengusapnya dengan puisi-puisi yang kukirim saban pukul 4 petang
telah sembilan tahun kita berlayar
perahu kita tak karam
daratan masih jauh dari jangkauan
tapi cemas dan kesedihan selalu sumir ‘tika angin memgempaskan keraguan, sebagaimana hujan di tengah samudera membuat cinta itu makin kuyup, makin angslup
lalu hanya ada empat di gulistan;
aku
dan kamu
dan kedua bayangan kita
Lubuklinggau, September 2009-2019